Selasa, 23 Oktober 2018

Biodata Singkat Saya


DAFTAR RIWAYAT HIDUP
(Curriculum Vitae)




Data Pribadi/ Personal Details

Nama/Name                                         : Ikhwan Zuhdi, S.H
Tempat Lahir/ Date of Birth            : Aceh Besar
Tanggal Lahir/ Date of Birth            : 25 Januari 1996
Jenis Kelamin/ Gender                       : Laki-laki
Alamat/ Adrress                                   : Jln. Waki Ibrahim, Gampong Meunasah Tutong,
  Kec. Montasik, Kab. Aceh Besar, Prov. Aceh
Jurusan/ Department                        : Hukum Ekonomi Syariah
Fakultas/ Faculty                                : Syariah dan Hukum
Tahun Lulus/ Graduation Year   2018
Status/ Status                                      : Belum Menikah
Warga Negara/ Nationality             : Indonesia
Agama/ Religion                                 : Islam
Nomor Telepon/ Phone Number    : 0813 3013 9337
Email/ E-mail                                       ikhwan.atjehsumatra@gmail.com

Riwayat Pendidikan/ Educational Background

SD/ MI                        : MIN Bukit Baro I                                             Tahun : 2001 - 2007

SMP/ MTs                  : SMPS Islam Al-Falah Abu Lam-U               Tahun : 2007 - 2010

SMA/ MA                    : SMA N 1 Montasik                                         Tahun : 2010 - 2013

Universitas                 : UIN Ar-Raniry, FSH-HES                             Tahun : 2013 - 2018


Pengalaman Organisasi/ Organizational Experience

No.
Jenis Organisasi
Wilayah Kerja
Jabatan
Periode
1.
Pramuka
Kecamatan Montasik
Penasehat Dewan Kerja Ranting
2015-Sekarang
2.
PII (Pelajar Islam Indonesia)
Kecamatan Montasik
Ketua PK
2013-2014
3.
KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa
Muslim Indonesia)
Banda Aceh
Ketua Bidang Kebijakan Publik
2014- 2015
4.
Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Fakultas
Fakultas Syariah dan Hukum
Wakil Ketua Bidang Politik dan Hukum
2015-2016
5.
HMP-HES (Himpunan Mahasiswa
Prodi Hukum Ekonomi Syariah)
Fakultas Syariah dan Hukum
Ketua Umum
2015-2017
6.
FoSSEI (Forum Silaturrahim Studi Ekonomi Islam)
Regional Sumatera Bagian Utara (SUMBAGUT)
Penasehat
Harian
2016-2018
7.
FoSSEI (Forum Silaturrahim Studi Ekonomi Islam)
Nasional
Anggota Presidium
2017-2018
8.
IEFor (Islamic Economic Forum) UIN Ar-Raniry
Fakultas Syariah dan Hukum
Penasehat Harian
2016-2018
9.
IMPELMONT (Ikatan Mahasiwa, Pelajar dan Pemuda Montasik)
Kecamatan Montasik
Wakil Ketua Umum
2015-2016
10.
IMPELMONT (Ikatan Mahasiwa, Pelajar dan Pemuda Montasik)
Kecamatan Montasik
Ketua Umum
201-2016

Riwayat Pelatihan dan Seminar/ Training and Colloquium Qualification
  • Peserta pada Konferensi Pemuda Islam International - Discussion Round Table dengan tema : "My Akhlaq, Incorporating Virtaues & Ethics in Youth Leaders 2016" di International Islamic University of Malaysia (IIUM) mewakili mahasiswa UIN Ar-Raniry, Aceh tahun 2016.
  • Seminar Internasional dengan tema : “Revitalisasi Modal Sosial dalam Pembangunan Ekonomi Desa” pada TEMILNAS (Temu Ilmiah Nasioanl) Forum Silaturrahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) yang ke XV di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2016.
  • Seminar Internasional Ekonomi Islam dengan tema : Government Entrepreneur Islamic Pespective” dan “Peran Lembaga Keuangan Syariah dalam Pembangunan Infrastruktur Desa” di Universitas Brawijaya, Malang Jawa Timur tahun 2016.
  • Seminar Internasional dengan tema : Optimizing Indonesian’s Potencial Towards Then World Halal Lifestyle Center pada TEMILNAS (Temu Ilmiah Nasioanl) Forum Silaturrahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) yang ke XVI di Universitas Islam Sunan Kalijaga, Yogyakarta tahun 2017.
  • International Seminar, Thema : “Improving Acces to Islamics Courts” di Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Ar-Raniry.
  • Pelatihan : “Mediasi, Advokasi dan Kenotariatan” di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry.
  • Seminar Nasional “Membangun Karakter Bangsa” dengan Tema : “Build The Nation With Character Building” di AAC Dayan Dawood, Universitas Syiahkuala.
  • Seminar Nasional dengan Tema : “Komitmen Pemuda Aceh untuk Indonesia yang Bermartabat” di Anjong Mon Mata, Pendopo Gubernur Aceh
  • Seminar Nasional dengan Tema : “Fenomena Radikalisme di Aceh dalam Perspektif Agama, Sosial Budaya, Politik dan Terorisme” di BPKB Lubuk, Aceh Besar.
  • Pelatihan : “Orientasi Palang Merah Remaja (PMR)” tingkat WIRA di Markas PMI Aceh Besar.
  • Pelatihan : “Konsultasi Parlemen Muda Indonesia, Aceh” dengan Tema : “Speak Up!” di Aula Pemuda, KNPI Aceh.


Aceh Besar, 10 Oktober 2018
Mengetahui


(Ikhwan Zuhdi, S.H)



Sabtu, 03 Januari 2015

Siôn surat dari Wali keu ulon njang na geupeutrang teuntang soë geunantoë Wali.





Siôn surat dari Wali keu ulon njang na geupeutrang teuntang soë geunantoë Wali.

Ulon keutik keulai asoe surat, seubab na njang hana djeuet batja.

Stockholm, 10 Juni '96

Keu aneuk Musanna njang that Abuwa sajang,
Surat gata uroe njoe, fax ka Abuwa teruimong peukara ka ta tjok djudo ka djeuet bak Mi teuh bak Abuwa hana laen nibak doa njang raja that supaja mandum beuneubri beureukat uleh Po teuh. Amin

Hudep njoe kon sabe teukeudi lagee geutanjoe ato. Bahthat pih meunan, hudep wadjeb ta hudepdeungon beutoi, meunurot Agama, Adat dan Reusam.

Abuwa lakee supaja Musanna beuna hubongan sabe ngon _________ . _________ Abuwa tueng seubagoe aneuk tuha Abuwa njang akan gantoe Abuwa bak saboh watee. Joh gohlom njan peureulee kana sadjan Abuwa mangat djeuet Abuwa peureunoe. Meunjo mungken akan Abuwa usaha mangat djeuet geuteubiet - meunjo kon, ka keuh meureumpok watee Abuwa gisa lom u Nanggroe. _________ peureulee keubah droe keu buet njoe. Njoe Haba njang han djeuet peugah² bak gop!
Musanna wadjeb meureunoe basa inggreh beubagah!

Deungon gaseh nibak,
Abuwa


SOE PEUMANGKU WALI JANG SEBENAR JIH

Sumber : Facebook Mr.Bakhtiar Abdullah ( https://www.facebook.com/bakhtiar.abdullah.50 ) 

Post : https://www.facebook.com/photo.php?fbid=166891013396035&set=pb.100002254120870.-2207520000.1420269994.&type=3&permPage=1

Rabu, 31 Desember 2014

Tafsir Gempa Dalam Literatur Aceh Kuno

Oleh: Mulyadi Nurdin, Lc
Dan jika pada bulan Muharram gempa pada siangnya, alamat keluasan anugerah Allah akan segala isi negeri. Jika malamnya gempa, alamat akan datang kesakitan atau sempurna ke dalam negeri itu. Jika pada bulan Safar gempa pada siangnya, alamat akan perang isi negeri itu. Jika pada malamnya gempa alamat segala perempuan yang bunting kejatuhan anaknya. Jika pada bulan Rabiul awal gempa pada siangnya, alamat banyak orang sakit atau banyak mara akan datang. Jika pada malamnya gempa, alamat segala binatang empat kaki banyak mati.
Cuplikan Ta’bir gempa di atas dikutip dari sebuah kitab kuno Aceh yang kini tersimpan di rumah salah seorang pengurus MAA Provinsi Aceh, Tarmizi A. Hamid, kitab itu diperkirakan telah berusia sekitar 300 tahun, dari bentuknya jelas terlihat kitab tersebut sudah sangat tua, sebagian lembarannya sudah lepas, malah halaman sampul depan dan beberapa halaman pertama tidak dapat diidentifikasi lagi, sehingga penulis sampai sekarang belum dapat melacak judul dan pengarang kitab tersebut. Walau demikian, halaman isi dan huruf-huruf dalam kitab yang yang ditulis dengan tulisan tangan tersebut masih sangat jelas, hampir semua lembarannya masih utuh sehingga dengan mudah kita dapat membacanya.
Kitab ini terdiri dari beberapa Bab, di antaranya bab tentang ta’bir gempa, dan ini yang membuat penulis tertarik untuk mengkajinya. Terlepas dari kita percaya atau tidak pada ta’bir gempa yang tercantum dalam kitab tersebut, penulis akan menganalisa masalah ini dari beberapa sudut pandang. METODE PENTA’BIRAN Pengarang kitab kuno tersebut menyusun ta’bir gempa berdasarkan bulan hijriah, kemudian disertai dengan keterangan waktu terjadinya gempa itu, seperti siang atau malam. Berbeda waktu tentu saja berbeda ta’birnya, malah kadang-kadang ada yang bertolak belakang sama sekali hanya karena perbedaan waktu, walaupun masih dalam bulan yang sama.
HIKMAH YANG DAPAT DIAMBIL
1. Edukasi gempa kepada masyarakat Dalam beberapa literatur kuno yang sudah penulis telusuri terdapat pembahasan Ta’bir gempa pada salah satu bab kitab tersebut, ini menunjukkan bahwa persoalan gempa telah menjadi perhatian serius dari endatu kita, mereka menyelipkan pembahasan gempa yang memang rawan terjadi di Aceh karena letak geografisnya dalam kitab-kitab yang biasa dibacakan oleh masyarakat umum seperti kitab fiqh, tasauf, akhlak dan sejenisnya yang menjadi konsumsi masyarakat luas. Pendidikan tentang gempa telah menjadi budaya dalam masyarakat kita, para ulama dan ilmuan berusaha untuk memberikan penyadaran kepada masyarakat tentang peristiwa alam tersebut supaya sama-sama dapat mengantisipasi segala kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi setelahnya, sehingga masyarakat awam akan sadar bahwa gempa merupakan suatu kejadian yang akan disusul dengan kejadian lainnya.
2. Sebagai sarana early warning system Cara terbaik dalam mencegah banyaknya korban dari sebuah bencana alam seperti Tsunami adalah dengan adanya perangkat Early Warning System (sistem peringatan dini). Sekarang perangkat tersebut sudah dapat dipasang di samudra luas untuk melacak potensi Tsunami akibat gempa besar di suatu lokasi tertentu, namun pada masa lampau ketika perangkat tersebut belum ditemukan, metode peringatan dini juga telah dilakukan oleh endatu kita melalui lembaga pendidikan, sehingga kitab-kitab yang dijadikan kurikulum pada lembaga pendidikan seperti dayah disertai dengan peringatan tentang gempa bumi. Terlepas dari terbukti atau tidaknya peringatan yang dicantumkan dalam kitab tersebut minimal masyarakat telah bersiaga menghadapi suatu kejadian susulan akibat dari gempa bumi, Early Warning System yang dipasang di zaman modern juga bisa saja mengalami error, sebagaimana yang terjadi pada tahun 2007 lalu, perangkat peringatan dini Tsunami yang dipasang di kantor Gubernur Aceh dan Meuraxa berbunyi sendiri tanpa ada yang menghidupkan, walaupun demikian perangkat itu tetap diperlukan dan harus dipertahankan keberadaannya walaupun telah menyebabkan kepanikan luar biasa karena kegagalan sistemnya. Demikian juga dengan peringatan dini ala kitab kuno yang kita jumpai, mereka telah berupaya untuk memperingatkan kita akan peristiwa gempa supaya dapat bersiap-siap menghadapi akibat baik atau buruk yang mungkin ditimbulkan setelah peristiwa itu.
3. Sebagai upaya memahami rahasia fenomena alam Secara sederhana bisa dikatakan bahwa segala kejadian yang terjadi di alam ini ada yang mengaturnya, karena disana ada Tuhan sekalian alam, namun pesan yang terkandung di balik suatu peristiwa tidaklah dipahami oleh semua makhluk yang ada. Peristiwa gempa dan Tsunami yang terjadi pada akhir tahun 2004 di Aceh meninggalkan berbagai kisah tentang rahasia alam, seperti ribuan bangau putih yang bersarang di wilayah hutan bakau di desa Lambada lhok Aceh Besar tidak kembali ke sarangnya pada sore hari tanggal 25 Desember 2004, sehari sebelum Tsunami menerjang wilayah tersebut. Ini menunjukkan bahwa kejadian alam itu dapat dianalisa dan diketahui oleh makhluk yang ada di bumi. Sebagai usaha untuk mengungkap tabir yang terkandung di balik kejadian gempa bumi, ulama Aceh tempo dulu mencoba menganalisa pesan apa yang terkandung di balik suatu gempa berdasarkan waktu kejadiannya. Ini merupakan langkah luar biasa demi keselamatan anak cucu mereka di kemudian hari, upaya mereka dalam mengungkap ta’bir gempa sebagai salah satu fenomena alam patut mendapat penghargaan yang tinggi, karena terbukti kelalaian kita terhadap peristiwa itu telah menyebabkan ratusan ribu nyawa melayang hanya dalam hitungan menit.
4. Sebagai catatan bagi generasi sesudahnya Ada dua metode (menurut penulis) yang digunakan oleh pengarang kitab yang kita sebutkan di atas dalam memahami ta’bir gempa.
Pertama, semua ta’bir yang dituliskan dalam kitab tersebut adalah hasil rekaman sejarah sebelumnya, dimana pengarang kitab tersebut mencoba menghimpun sejarah gempa dalam waktu sekian lama, lalu menganalisa peristiwa apa yang menyusul setelah gempa itu terjadi, analisa ini dilakukan dalam waktu yang relatif lama karena harus disertai dengan kalender peristiwa sebelum dan sesudah gempa, disertai analisa waktu (pagi, siang, malam) terjadinya gempa itu sendiri. Karena bisa saja terjadi gempa pada bulan yang sama tetapi beda waktunya, lalu mungkin saja peristiwa yang terjadi setelah gempa itu juga berbeda.
Kedua, ta’bir gempa itu diambil dari ilmu masa depan (makrifat), yang bisa saja berasal dari ilham terhadap pengarang kitab tersebut, atau analisa pribadi terhadap segala kemungkinan yang akan timbul, yang tentu saja disertai dengan ilmu pendukung lainnya, seperti ilmu geologi, ilmu falak, ilmu pergantian musim, dan lain sebagainya. Apapun landasannya, ta’bir gempa itu akan membuat masyarakat waspada pada peristiwa tersebut, karena sebuah kejadian susulan akan segera menyusul pasca gempa bumi, kewaspadaan seperti itu jauh lebih bermanfaat daripada mengabaikan segala kemungkinan yang bisa terjadi, sehingga kalau saja peristiwa itu benar-benar terjadi nantinya, masyarakat telah siap menghadapinya, kalau tidak terjadi pun tidak ada yang dirugikan.
*Penulis adalah Kabid. Pemuda dan Kaderisasi MAA Provinsi Aceh, Ketua IKADI Kota Banda Aceh

Sumber : https://mulyadinurdin.wordpress.com/2009/12/19/tafsir-gempa-dalam-literatur-aceh-kuno/

Ie Beuna Di Aceh





Pendahuluan

Gempa bumi berkekuatan 8.9 pada skala richter yang diikuti tsunami pada hari minggu, 26 Desember 2004 telah memporak porandakan bumi Aceh. Hanya dalam hitungan menit, sekitar 250.000 nyawa penduduk Aceh melayang. Puluhan ribu rumah penduduk, harta benda, gedung-gedung perkantoran, sekolah, pertokoan serta fasilitas-fasilitas umum lainnya hancur seketika. Perisitwa pada hari minggu merupakan musibah terbesar yang terjadi dalam abad ini. Peristiwa dahsyat seperti ini sebelumnya pernah terjadi pada zaman nabi Nuh kepada kaumnya yang tidak taat. Namun bedanya pada zaman nabi, umat manusia masih sempat untuk bertobat sedangkan peristiwa sekarang terjadinya begitu cepat.

Bencana ini telah mengejutkan masyarakat dunia untuk melirik Aceh sesaat. Sebagai tragedi berskala internasional perlu ditangani secara bersama. Sebagai wujud dari kepedulian masyarakat dunia maka berbagai bantuan mengalir secara bergelombang dari dalam negeri maupun luar negeri. Menurut Teuku Abdullah seorang pakar geofisika dari Institut Teknologi Bandung (ITB) penyebab terjadinya gempa dan tsunami pada tanggal 26 desember 2004 diawali dari terjangan lempengan bumi benua Australia terhadap lempengan bumi pulau Sumatera yang menimbulkan goncangan naik turun. Patahan ini membuat kerak bumi jadi terbelah sehingga sesaat sebelum terjadi tsunami, air laut di beberapa tempat terlihat surut. Beberapa menit kemudian datang semburan air ke daratan. Air yang berwarna hitam yang berbau unsur kimia seperti bau belerang (fosphor).

Tsunami yang terjadi 26 Desember lalu adalah sebuah peringatan Allah atas berbagai kelalaian manusia pada Nya. Gempa dan tsunami ini merupakan sunatullah dan bencana (bala) yang datang dari Alllah SWT kepada hambanya, yang ada sebab dan akibatnya. Dalam Al-Quran Allah telah berfirman : “apabila langit terbelah, apabila bintang-bintang jatuh berserakan, apabila lautan dijadikan meluap dan apabila kuburan-kuburan dibongkar, maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dari yang dilalaikannya” (Al-Infithar 1-5).

Sejarah Gempa dan Tsunami
Gempa dan tsunami yang melanda bumi Serambi Mekkah, merupakan gempa nomor tiga terdahsyat di dunia setelah Chili Selatan pada tanggal 29 Mei 1960 dengan kekuatan 9,5 Skala Richter dan Achorage Alaska tanggal 28 Maret 1964 dengan kekuatan 9,2 Skala Richter. Di Indonesia sejak tahun 1899 sampai tahun 1994 telah terjadi paling tidak 38 kali tsunami dan telah menimbulkan korban yang cukup banyak, baik harta maupun jiwa. Dari kejadian tersebut ada beberapa tempat yang terparah, seperti Sumbawa tahun 1977 dengan korban jiwa sebanyak 161 jiwa, di Flores NTT tanggal 12 Desember 1992 yang menenggelamkan Pulau Babi serta menelan korban 2049 orang meninggal. Lalu di Banyuwangi pada 3 Juni 1994 menelan korban sebanyak 208 jiwa dan 26 orang dinyatakan hilang. kemudian disusul gempa di Liwa, gempa di Kerinci dan Aceh tanggal 26 Desember 2004. Menurut cacatan sejarah di Aceh sudah pernah terjadi bencana gempa dan tsunami sebanyak tiga kali. Pertama tahun 1768, kedua pada tahun 1869 dan yang ketiga akhir 2004. Pada zaman dulu namanya bukan tsunami, melainkan Seumong.

Menurut Adjat Sudradjat (1994) antara tahun 1816 hingga sekarang tercatat di provinsi NAD telah terjadi 4 kali tsunami akibat gempa, terakhir kali terjadi pada tahun 1907 yang menelan korban lebih kurang 400 orang. Di Aceh, bencana tsunami ini disebut juga dengan istilah Ie Beuna. Akan tetapi sebutan ini hanya sebatas orang tua saja yang mengetahuinya sedangkan anak-anak sekarang sangat minim pengetahuan tentang Ie Beuna. Bahkan sampai ada yang tidak mengerti sama sekali apa itu Ie Beuna.

Konsep dan Kepercayaan Terhadap Ie Beuna
Sejarah mencatat di Aceh pernah ada tsunami yang dinamakan Ie Beuna. Kata Ie Beuna ini merupakan kosa kata bahasa Aceh yang dalam ucapan sehari-hari Ie artinya “air” sedangkan Beuna terdapat dua makna yang pertama artinya “harus ada” yang kedua artinya “benar”. menurut kamus Aceh - Belanda karangan Hoesin Djajadiningrat Ie Beuna yaitu : gelombang tinggi yang berasal dari laut melanda daratan, yang diakibatkan karena gempa. Ada juga definisi lain Ie Beuna yang berasal dari orang-orang Aceh. Seperti ada yang menyebutkan Ie Beuna ini air bahaya, yang datang dari tengah laut, dengan ketinggiannya setinggi pohon kelapa. Ada juga yang mengatakan Ie Beuna yaitu air hantu laut, makna hantu ini ialah makhluk Allah. Sama juga seperti di sungai namanya Ie Balum Beude. Ie Balum Beude hanya terdapat di sungai, bentuknya berupa putaran air yang sangat cepat sampai ke dasar tanah. Sedangkan Ie Buena datangnya dari laut dengan kecepatan yang melebihi pesawat terbang. Ie Beuna sama dengan tsunami yaitu gelombang yang sangat tinggi menghantam daratan. Oleh karena itu sepandai-pandainya orang berenang kemungkinan besar akan hanyut di telan oleh kedua air ini, hanya mukjizat dari Allah yang bisa selamat dari air ini.

Pada zaman kesultanan Aceh, Ie Beuna pernah terjadi di tengah laut tidak menghancurkan daratan, waktu itu kapal-kapal kerajaan memakai persenjataan meriam untuk menembak Ie Beuna yang muncul dengan ketinggian dua kali pohon kelapa (± 30 meter) di tengah laut. Supaya Ie Beuna pecah dan tidak menghancurkan kapal kerajaan. Namun kejadian sekarang berbeda, Ie Beuna menghantam daratan. Mengakibatkan sebahagian kota Banda Aceh dan Aceh Besar rusak berat bahkan di pantai barat seperti Meulaboh, Calang dan Lamno 90% hancur total serta sebahagian pantai utara.

Dulunya kawasan Ulee Lheue, Peukan Bada, Meuraxa, Lambaro Skep, Kajhu dan tempat-tempat lain yang terkena tsunami dipenuhi dengan pohon bakau (mangrove) dan pohon nipah, kalau di pinggir laut ditanami pohon pandan tidak ada perumahan ataupun pertokoan di tempat tersebut. Pusat pemerintahan dan perekonomian jauh dari bibir pantai. Menurut penuturan Tgk Ali Lamkawe, semasa beliau menuntut ilmu agama di pesantren Darussalam Labuhan Haji (Aceh Selatan), teringat perkataan gurunya Tgk Haji Muda Waly apabila kalian pergi ke pantai harus selalu membawa bibit pohon pandan untuk ditanam di pinggir laut. Lalu Tgk Ali bertanya kepada gurunya, buat apa bibit ini ditanam? Tgk Haji Muda Waly menjawab: untuk mencegah datangnya gelombang air laut ke darat.

Sebuah hikayat Aceh kuno karangan Tengku di Tucum, yang menceritakan tentang bermacam-macam bala (bencana) di Aceh, disebutkan adanya Ie Beuna. Dalam hikayat ini dijelaskan “apabila ulama dijahilkan dan aulia di permalukan, maka akan datang azab dari Allah SWT berupa air laut naik ke darat”. Menurut hikayat Tengku di Tucum ini bakal ada lagi bala yang lebih besar dari Ie Beuna di Aceh, tetapi tidak diketahui yang bagaimana, kapan terjadi dan di mana. Hanya Allah SWT yang maha mengetahui semuanya.
Menurut penuturan dari Tgk Ibrahim, dalam kitab Tajul Muluk dijelaskan : di bumi ini terdapat dua buah bukit yang luasnya 10 kali dari luas bumi, namanya bukit Qaf. Di bukit tersebut banyak terdapat para malaikat. Bukit Qaf ini berada di luar bumi, tidak ada umat manusia yang bisa mendeteksi di mana keberadaan bukit tersebut. Hanya Allah SWT saja yang mengetahuinya. Bukit Qaf dan bumi menurut beliau dalam kitab Tajul Muluk tersambung. Diumpamakan seperti urat nadi. Apabila seseorang telah durhaka, banyak terjadi maksiat di berbagai tempat serta tidak patuh kepada agama maka Allah SWT menyuruh malaikatnya untuk menggoyangkan bumi melalui urat nadi tadi dari bukit Qaf. Inilah sebab terjadinya gempa dan gelombang tsunami di muka bumi ini. Kitab Tajul Muluk ini sebuah naskah kuno yang sangat populer di kalangan masyarakat Melayu dan khususnya masyarakat Aceh. Naskahnya berisi tentang sistem pengobatan tradisional, ramalan, ilmu perbintangan, hikayat, filsafat tentang penciptaan langit dan bumi beserta segala isinya.

Dalam Al-Quran, Surat Al-Anbiya ayat 30 diterangkan : “sebenarnya (azab) itu akan datang kepda mereka dengan tiba-tiba lalu membuat mereka menjadi panik, maka tidaklah mereka sanggup menolaknya dan tidak pula mereka diberi penangguhan”.

Sehubungan dengan kepercayaan R.R Marett menyatakan : fenomena alam terjadi karena keyakinan manusia akan adanya kekuatan gaib yang tidak dapat dijelaskan dengan akal manusia dan yang menjadi sebab timbulnya gejala-gejala tersebut tak dapat dilakukan manusia biasa. Selanjutnya R.Otto, mengemukakan suatu sistem kepercayaan masyarakat berpusat kepada suatu konsep tentang hlm yang gaib (mysterium) yang dianggap maha dasyat (tremendum) dan keramat (sacer) oleh manusia. Tetapi tetap tertarik dan menimbulkan sikap kagum-terpesona untuk bersatu dengan hlm-hlm gaib dan keramat yang tidak dapat dijelaskan dengan akal manusia.

Demikian pula pada kejadian tanggal 26 Desember menimbulkan beberapa pemikiran masyarakat secara kolektif, yang dikaitkan dengan religi. Pemikiran ini merupakan suatu pandangan di luar kemampuan akal manusia dalam menanggapi fenomena alam tersebut. Pandangan-pandangan ini diyakini oleh masyarakat suatu hal gaib yang ditunjukkan oleh Allah SWT kepada mereka semua. Beberapa dari korban tsunami yang selamat, mereka melihat air tsunami tersebut sangat luar biasa dahsyatnya. Banyak terjadi keajaiban di luar akal manusia. Seperti ada yang mengatakan berbentuk ular cobra yang sangat besar, berdiri tegak seperti pohon kelapa. Ada juga yang mengatakan berbentuk tangan raksasa manusia yang khusus mencari orang. Dari cerita-cerita tersebut telah memberikan suatu pandangan dan ilham tersendiri bagi yang mendengarnya, baik orang Aceh maupun orang luar yang datang melihat langsung situasi dan kondisi di lapangan akibat gempa dan tsunami.

Tsunami merupakan sunatullah yang datang dari Allah SWT. Bencana ini menurut keyakinan kebanyakan orang Aceh merupakan kiamat kecil yang dinampakkan oleh Allah SWT kepada umatnya yang telah lupa, untuk beribadah kepadanya. Banyak hal-hal keagamaan telah dilalaikan oleh umat manusia sekarang ini, sehingga Allah SWT menunjukkan kekuasaannya dengan terjadinya gempa dan tsunami. Supaya menjadi pelajaran bagi umat manusia untuk bertobat dan sadar kembali kepada jalan Allah SWT. Dalam Al-Quran Surat Al-A’raf ayat 4 dan 5 disebutkan “berapa banyak negeri yang telah kami binasakan. Maka datanglah siksaan kami (menimpa penduduk)-nya di waktu mereka berada di malam hari atau di waktu mereka beristirahat di tengah hari. Maka, tidak ada keluhan mereka di waktu datang kepada mereka siksaan kami, kecuali mengatakan : sesuangguhnya kami adalah orang-orang yang zalim”.

Menurut Tgk Ibrahim suatu bencana (bala) merupakan kehendak Allah SWT terhadapa hambanya, dan musibah yang terjadi di Aceh contoh kiamat kecil yang diperlihatkan kepda umatnya. Untuk itu beliau mengajak umat manusia dapat mengambil hikmah dari musibah yang terjadi di Aceh. Karena beliau mengkhawatirkan masyarakat sekarang ini tidak lagi mempertimbangkan amanah, menghalalkan berbagai cara untuk mendapat sesuatu yang dilarang agama serta telah banyak melakukan perbuatan maksiat.
Mudah-mudahan korban bencana gempa dan tsunami yang telah meninggal maupun hilang diterima arwahnya di sisi Allah SWT dan mendapatkan pahala syahid seperti yang dijanjikan Allah kepada umatnya yang beriman. Serta kita yang masih selamat dari musibah ini supaya bisa menjadi pelajaran dan peringatan untuk bertobat dan beribadah kepadanya. Amin ya Rabbal A’lamin.
Penutup

Dalam sejarah di Aceh pernah terjadi tsunami sebelumnya dengan sebutan Ie Beuna. Ie Beuna merupakan salah satu jenis bala (malapetaka). Ie Beuna juga diyakini sebagai peringatan dan cobaan terhadap umatnya yang telah lalai kepada agamanya. Gempa dan Ie Beuna dianggap contoh kiamat kecil yang ditunjukkan oleh Allah SWT kepada hambanya. Sebab itu, setiap orang supaya membuka mata, buka telinga, buka mata hati selebar-lebarnya. Kembali ke jalan yang benar. Tingkatkan keimanan yang teguh terhadap agama dalam satu wadah itikad ahlusunnah wal jama’ah. Selain itu kelestarian lingkungan perlu dijaga agar alam tidak murka dan bersahabat dengan manusia. Bagi masyarakat luar untuk dapat mengambil pelajaran yang berarti dari musibah ini. Pendahuluan
Gempa bumi berkekuatan 8.9 pada skala richter yang diikuti tsunami pada hari minggu, 26 Desember 2004 telah memporak porandakan bumi Aceh. Hanya dalam hitungan menit, sekitar 250.000 nyawa penduduk Aceh melayang. Puluhan ribu rumah penduduk, harta benda, gedung-gedung perkantoran, sekolah, pertokoan serta fasilitas-fasilitas umum lainnya hancur seketika. Perisitwa pada hari minggu merupakan musibah terbesar yang terjadi dalam abad ini. Peristiwa dahsyat seperti ini sebelumnya pernah terjadi pada zaman nabi Nuh kepada kaumnya yang tidak taat. Namun bedanya pada zaman nabi, umat manusia masih sempat untuk bertobat sedangkan peristiwa sekarang terjadinya begitu cepat.

Bencana ini telah mengejutkan masyarakat dunia untuk melirik Aceh sesaat. Sebagai tragedi berskala internasional perlu ditangani secara bersama. Sebagai wujud dari kepedulian masyarakat dunia maka berbagai bantuan mengalir secara bergelombang dari dalam negeri maupun luar negeri. Menurut Teuku Abdullah seorang pakar geofisika dari Institut Teknologi Bandung (ITB) penyebab terjadinya gempa dan tsunami pada tanggal 26 desember 2004 diawali dari terjangan lempengan bumi benua Australia terhadap lempengan bumi pulau Sumatera yang menimbulkan goncangan naik turun. Patahan ini membuat kerak bumi jadi terbelah sehingga sesaat sebelum terjadi tsunami, air laut di beberapa tempat terlihat surut. Beberapa menit kemudian datang semburan air ke daratan. Air yang berwarna hitam yang berbau unsur kimia seperti bau belerang (fosphor).

Tsunami yang terjadi 26 Desember lalu adalah sebuah peringatan Allah atas berbagai kelalaian manusia pada Nya. Gempa dan tsunami ini merupakan sunatullah dan bencana (bala) yang datang dari Alllah SWT kepada hambanya, yang ada sebab dan akibatnya. Dalam Al-Quran Allah telah berfirman : “apabila langit terbelah, apabila bintang-bintang jatuh berserakan, apabila lautan dijadikan meluap dan apabila kuburan-kuburan dibongkar, maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dari yang dilalaikannya” (Al-Infithar 1-5).

Sejarah Gempa dan Tsunami
Gempa dan tsunami yang melanda bumi Serambi Mekkah, merupakan gempa nomor tiga terdahsyat di dunia setelah Chili Selatan pada tanggal 29 Mei 1960 dengan kekuatan 9,5 Skala Richter dan Achorage Alaska tanggal 28 Maret 1964 dengan kekuatan 9,2 Skala Richter. Di Indonesia sejak tahun 1899 sampai tahun 1994 telah terjadi paling tidak 38 kali tsunami dan telah menimbulkan korban yang cukup banyak, baik harta maupun jiwa. Dari kejadian tersebut ada beberapa tempat yang terparah, seperti Sumbawa tahun 1977 dengan korban jiwa sebanyak 161 jiwa, di Flores NTT tanggal 12 Desember 1992 yang menenggelamkan Pulau Babi serta menelan korban 2049 orang meninggal. Lalu di Banyuwangi pada 3 Juni 1994 menelan korban sebanyak 208 jiwa dan 26 orang dinyatakan hilang. kemudian disusul gempa di Liwa, gempa di Kerinci dan Aceh tanggal 26 Desember 2004. Menurut cacatan sejarah di Aceh sudah pernah terjadi bencana gempa dan tsunami sebanyak tiga kali. Pertama tahun 1768, kedua pada tahun 1869 dan yang ketiga akhir 2004. Pada zaman dulu namanya bukan tsunami, melainkan Seumong.

Menurut Adjat Sudradjat (1994) antara tahun 1816 hingga sekarang tercatat di provinsi NAD telah terjadi 4 kali tsunami akibat gempa, terakhir kali terjadi pada tahun 1907 yang menelan korban lebih kurang 400 orang. Di Aceh, bencana tsunami ini disebut juga dengan istilah Ie Beuna. Akan tetapi sebutan ini hanya sebatas orang tua saja yang mengetahuinya sedangkan anak-anak sekarang sangat minim pengetahuan tentang Ie Beuna. Bahkan sampai ada yang tidak mengerti sama sekali apa itu Ie Beuna.

Konsep dan Kepercayaan Terhadap Ie Beuna
Sejarah mencatat di Aceh pernah ada tsunami yang dinamakan Ie Beuna. Kata Ie Beuna ini merupakan kosa kata bahasa Aceh yang dalam ucapan sehari-hari Ie artinya “air” sedangkan Beuna terdapat dua makna yang pertama artinya “harus ada” yang kedua artinya “benar”. menurut kamus Aceh - Belanda karangan Hoesin Djajadiningrat Ie Beuna yaitu : gelombang tinggi yang berasal dari laut melanda daratan, yang diakibatkan karena gempa. Ada juga definisi lain Ie Beuna yang berasal dari orang-orang Aceh. Seperti ada yang menyebutkan Ie Beuna ini air bahaya, yang datang dari tengah laut, dengan ketinggiannya setinggi pohon kelapa. Ada juga yang mengatakan Ie Beuna yaitu air hantu laut, makna hantu ini ialah makhluk Allah. Sama juga seperti di sungai namanya Ie Balum Beude. Ie Balum Beude hanya terdapat di sungai, bentuknya berupa putaran air yang sangat cepat sampai ke dasar tanah. Sedangkan Ie Buena datangnya dari laut dengan kecepatan yang melebihi pesawat terbang. Ie Beuna sama dengan tsunami yaitu gelombang yang sangat tinggi menghantam daratan. Oleh karena itu sepandai-pandainya orang berenang kemungkinan besar akan hanyut di telan oleh kedua air ini, hanya mukjizat dari Allah yang bisa selamat dari air ini.

Pada zaman kesultanan Aceh, Ie Beuna pernah terjadi di tengah laut tidak menghancurkan daratan, waktu itu kapal-kapal kerajaan memakai persenjataan meriam untuk menembak Ie Beuna yang muncul dengan ketinggian dua kali pohon kelapa (± 30 meter) di tengah laut. Supaya Ie Beuna pecah dan tidak menghancurkan kapal kerajaan. Namun kejadian sekarang berbeda, Ie Beuna menghantam daratan. Mengakibatkan sebahagian kota Banda Aceh dan Aceh Besar rusak berat bahkan di pantai barat seperti Meulaboh, Calang dan Lamno 90% hancur total serta sebahagian pantai utara.

Dulunya kawasan Ulee Lheue, Peukan Bada, Meuraxa, Lambaro Skep, Kajhu dan tempat-tempat lain yang terkena tsunami dipenuhi dengan pohon bakau (mangrove) dan pohon nipah, kalau di pinggir laut ditanami pohon pandan tidak ada perumahan ataupun pertokoan di tempat tersebut. Pusat pemerintahan dan perekonomian jauh dari bibir pantai. Menurut penuturan Tgk Ali Lamkawe, semasa beliau menuntut ilmu agama di pesantren Darussalam Labuhan Haji (Aceh Selatan), teringat perkataan gurunya Tgk Haji Muda Waly apabila kalian pergi ke pantai harus selalu membawa bibit pohon pandan untuk ditanam di pinggir laut. Lalu Tgk Ali bertanya kepada gurunya, buat apa bibit ini ditanam? Tgk Haji Muda Waly menjawab: untuk mencegah datangnya gelombang air laut ke darat.

Sebuah hikayat Aceh kuno karangan Tengku di Tucum, yang menceritakan tentang bermacam-macam bala (bencana) di Aceh, disebutkan adanya Ie Beuna. Dalam hikayat ini dijelaskan “apabila ulama dijahilkan dan aulia di permalukan, maka akan datang azab dari Allah SWT berupa air laut naik ke darat”. Menurut hikayat Tengku di Tucum ini bakal ada lagi bala yang lebih besar dari Ie Beuna di Aceh, tetapi tidak diketahui yang bagaimana, kapan terjadi dan di mana. Hanya Allah SWT yang maha mengetahui semuanya.
Menurut penuturan dari Tgk Ibrahim, dalam kitab Tajul Muluk dijelaskan : di bumi ini terdapat dua buah bukit yang luasnya 10 kali dari luas bumi, namanya bukit Qaf. Di bukit tersebut banyak terdapat para malaikat. Bukit Qaf ini berada di luar bumi, tidak ada umat manusia yang bisa mendeteksi di mana keberadaan bukit tersebut. Hanya Allah SWT saja yang mengetahuinya. Bukit Qaf dan bumi menurut beliau dalam kitab Tajul Muluk tersambung. Diumpamakan seperti urat nadi. Apabila seseorang telah durhaka, banyak terjadi maksiat di berbagai tempat serta tidak patuh kepada agama maka Allah SWT menyuruh malaikatnya untuk menggoyangkan bumi melalui urat nadi tadi dari bukit Qaf. Inilah sebab terjadinya gempa dan gelombang tsunami di muka bumi ini. Kitab Tajul Muluk ini sebuah naskah kuno yang sangat populer di kalangan masyarakat Melayu dan khususnya masyarakat Aceh. Naskahnya berisi tentang sistem pengobatan tradisional, ramalan, ilmu perbintangan, hikayat, filsafat tentang penciptaan langit dan bumi beserta segala isinya.

Dalam Al-Quran, Surat Al-Anbiya ayat 30 diterangkan : “sebenarnya (azab) itu akan datang kepda mereka dengan tiba-tiba lalu membuat mereka menjadi panik, maka tidaklah mereka sanggup menolaknya dan tidak pula mereka diberi penangguhan”.

Sehubungan dengan kepercayaan R.R Marett menyatakan : fenomena alam terjadi karena keyakinan manusia akan adanya kekuatan gaib yang tidak dapat dijelaskan dengan akal manusia dan yang menjadi sebab timbulnya gejala-gejala tersebut tak dapat dilakukan manusia biasa. Selanjutnya R.Otto, mengemukakan suatu sistem kepercayaan masyarakat berpusat kepada suatu konsep tentang hlm yang gaib (mysterium) yang dianggap maha dasyat (tremendum) dan keramat (sacer) oleh manusia. Tetapi tetap tertarik dan menimbulkan sikap kagum-terpesona untuk bersatu dengan hlm-hlm gaib dan keramat yang tidak dapat dijelaskan dengan akal manusia.

Demikian pula pada kejadian tanggal 26 Desember menimbulkan beberapa pemikiran masyarakat secara kolektif, yang dikaitkan dengan religi. Pemikiran ini merupakan suatu pandangan di luar kemampuan akal manusia dalam menanggapi fenomena alam tersebut. Pandangan-pandangan ini diyakini oleh masyarakat suatu hal gaib yang ditunjukkan oleh Allah SWT kepada mereka semua. Beberapa dari korban tsunami yang selamat, mereka melihat air tsunami tersebut sangat luar biasa dahsyatnya. Banyak terjadi keajaiban di luar akal manusia. Seperti ada yang mengatakan berbentuk ular cobra yang sangat besar, berdiri tegak seperti pohon kelapa. Ada juga yang mengatakan berbentuk tangan raksasa manusia yang khusus mencari orang. Dari cerita-cerita tersebut telah memberikan suatu pandangan dan ilham tersendiri bagi yang mendengarnya, baik orang Aceh maupun orang luar yang datang melihat langsung situasi dan kondisi di lapangan akibat gempa dan tsunami.

Tsunami merupakan sunatullah yang datang dari Allah SWT. Bencana ini menurut keyakinan kebanyakan orang Aceh merupakan kiamat kecil yang dinampakkan oleh Allah SWT kepada umatnya yang telah lupa, untuk beribadah kepadanya. Banyak hal-hal keagamaan telah dilalaikan oleh umat manusia sekarang ini, sehingga Allah SWT menunjukkan kekuasaannya dengan terjadinya gempa dan tsunami. Supaya menjadi pelajaran bagi umat manusia untuk bertobat dan sadar kembali kepada jalan Allah SWT. Dalam Al-Quran Surat Al-A’raf ayat 4 dan 5 disebutkan “berapa banyak negeri yang telah kami binasakan. Maka datanglah siksaan kami (menimpa penduduk)-nya di waktu mereka berada di malam hari atau di waktu mereka beristirahat di tengah hari. Maka, tidak ada keluhan mereka di waktu datang kepada mereka siksaan kami, kecuali mengatakan : sesuangguhnya kami adalah orang-orang yang zalim”.

Menurut Tgk Ibrahim suatu bencana (bala) merupakan kehendak Allah SWT terhadapa hambanya, dan musibah yang terjadi di Aceh contoh kiamat kecil yang diperlihatkan kepda umatnya. Untuk itu beliau mengajak umat manusia dapat mengambil hikmah dari musibah yang terjadi di Aceh. Karena beliau mengkhawatirkan masyarakat sekarang ini tidak lagi mempertimbangkan amanah, menghalalkan berbagai cara untuk mendapat sesuatu yang dilarang agama serta telah banyak melakukan perbuatan maksiat.
Mudah-mudahan korban bencana gempa dan tsunami yang telah meninggal maupun hilang diterima arwahnya di sisi Allah SWT dan mendapatkan pahala syahid seperti yang dijanjikan Allah kepada umatnya yang beriman. Serta kita yang masih selamat dari musibah ini supaya bisa menjadi pelajaran dan peringatan untuk bertobat dan beribadah kepadanya. Amin ya Rabbal A’lamin.

Penutup


Dalam sejarah di Aceh pernah terjadi tsunami sebelumnya dengan sebutan Ie Beuna. Ie Beuna merupakan salah satu jenis bala (malapetaka). Ie Beuna juga diyakini sebagai peringatan dan cobaan terhadap umatnya yang telah lalai kepada agamanya. Gempa dan Ie Beuna dianggap contoh kiamat kecil yang ditunjukkan oleh Allah SWT kepada hambanya. Sebab itu, setiap orang supaya membuka mata, buka telinga, buka mata hati selebar-lebarnya. Kembali ke jalan yang benar. Tingkatkan keimanan yang teguh terhadap agama dalam satu wadah itikad ahlusunnah wal jama’ah. Selain itu kelestarian lingkungan perlu dijaga agar alam tidak murka dan bersahabat dengan manusia. Bagi masyarakat luar untuk dapat mengambil pelajaran yang berarti dari musibah ini.



Minggu, 28 Desember 2014

Qanun Meukuta Alam Al-Asyi


Qanun Al-Asyi yang disebut juga Meukuta Alam. Oleh para ahli sejarah dikatakan amat sempurna menurut ukuran zamannya. Hal ini menyebabkan Qanun Al-Asyi dipakai menjadi pedoman oleh Kerajaan-Kerajaan Islam lainnya di Asia Tenggara. Dalam hal ini, H. Muhammad Said, seorang ahli sejarah, menulis beberapa peraturan disempurnakan.

Oleh karena kemasyhuran perundang-un­dangan Kerajaan Islam Aceh masa itu, banyak negeri tetangga yang melakukan copy paste peraturan hukum Aceh untuk negerinya. Di antaranya, India, Arab, Turki, Mesir, Belanda, Inggris, Portugis, Spanyol, dan Tiongkok. Hal ini terutama karena peraturan itu berunsur ke­pribadian yang dapat dijiwai sepenuhnya oleh hukum-hukum agama. Jadi, adat Meukuta Alam adalah adat yang bersendi Syara’.

Haji Muhammad selanjutnya menulis;

“… Sebuah kerajaan yang jaya masa lampau di Kalimantan, yang bernama Brunei (sekarang Brunei Darussalam), ketika diperintah oleh seorang sul­tan bernama Sultan Hasan, merupakan seorang keras pemeluk Islam setia. Dia telah mengam­bil pedoman-pedoman untuk peraturan ne­gerinya dengan berterus terang mengatakan mengambil teladan Undang-Undang Mahkota Alam Aceh.” 

Hal ini suatu bukti kemasyuran dan nilai tinggi Negeri Aceh yang sudah dimaklumi orang masa itu. Salah satu alat kelengkapannya yang amat penting adalah Qanun Al-Asyi atau Undang-Undang Dasar Kerajaan. Pedoman yang dipakai berupa sebuah naskah tua yang berasal dari Said Abdullah, seorang teungku di Meulek.

Sulthan Alaiddin Ali Mughaiyat Syah dicatat dalam sejarah sebagai Pembangun Kerajaan Aceh Darussalam, dan Sulthan Alaiddin Riayat Syah II Abdul Qahhar Pembina Organisasi Kerajaan dengan menyusun undang-undang dasar negara yang diberi nama Kanun Al Asyi, yang kemudian oleh Sulthan Iskandar Muda Kanun Al Asyi ini disempurnakannya menjadi Kanun Meukuta Alam.

Dengan adanya undang-undang dasar yang bernama Kanun Meukuta Alam ini. maka Kerajaan Aceh Darussalam telah berdiri atas satu landasan yang teratur dan kuat. Dalam hal ini ,Sulthan Iskandar Muda telah berbuat banyak sekali dalam menyempurnakan Kanun Meukuta Alam. Adapun organisasi dari Kerajaan Aceh Darussalam seperti yang tersebut dalam Kanun Meukuta Alam, adalah sebagai berikut :

Dasar dan Bentuk Negara

Dalam Kanun Meukuta Alam ditetapkan, bahwa dasar Kerajaan Aceh Darussalam yaitu Islam dan bentuknya kerajaan, yang dengan ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut;
  1. Negara berbentuk kerajaan, di mana Kepala Negara bergelar Sulthan yang diangkat turun temurun. Dalam keadaan dari keturunan tertentu tidak ada yang memenuhi syarat-syarat, boleh diangkat dari bukan turunan raja.
  2. Kerajaan bernama Kerajaan Aceh Darussalam, dengan Ibukota Negara Bandar Aceh Darussalam.
  3. Kepala Negara disebut Sulthan Imam Adil, yang dibantu oleh Sekretaris Negara yang bergelar Rama Setia Keurukon Katibul Muluk.
  4. Orang kedua dalam kerajaan, yaitu Qadli Malikul Adil, dengan empat orang pembantunya yang bergelar Mufti Empat.
  5. Untuk membantu sulthan dalam menjalankan pemerintahan, kanun menetapkan beberapa pejabat tinggi yang bergelar Wazir (Perdana Menteri dan Menteri-Menteri).

Rukun Kerajaan

Kanun menetapkan empat Rukun Kerajaan, yaitu:
  • Pedang Keadilan ; Jika tiada pedang, maka tidak ada kerajaan.
  • Qalam ; Jika tidak ada kitab undang-undang, tidak ada kerajaan.
  • Ilmu ; Jika tidak mengetahui ilmu dunia-akhirat, tidak bisa mengatur kerajaan.
  • Kalam ; Jika tidak ada bahasa, maka tidak bisa berdiri kerajaan.

Untuk dapat terlaksana keempat rukun tersebut dalam kerajaan, maka kanun menetapkan empat syarat, yaitu:
  • Ilmu yang bisa memegang pedang,
  • Ilmu yang bisa menulis.
  • Ilmu yang bisa mengetahui mengatur dan menyusun negeri.
  • Ilmu bahasa.

Negara Hukum

Dalam kanun ditetapkan, bahwa Kerajaan Aceh Darussalam adalah Negara Hukum yang mutlak sah, dan rakyat bukan patung yang terdiri ditengah padang, akan tetapi rakyat seperti pedang sembilan mata yang amat tajam, lagi besar matanya, lagi panjang sampai ke timur dan ke barat."

Sumber Hukum

Kanun menetapkan bahwa sumber hukum bagi Kerajaan Aceh Darussalam, yaitu:
  • Al Quran.
  • Al Hadis.
  • Ijmak Ulama.
  • Qias.

Cap Sikureueng

Dalam kanun ditetapkan, bahwa cap (setempel) negara yang tertinggi, yaitu Cap Sikureueng (Setempel Sembilan), berbentuk bundar bertunjung keliling, ditengah-tengah nama sulthan yang sedang memerintah, dan kelilingnya nama delapan orang sulthan yang memerintah sebelumnya. Menurut kanun, bahwa delapan orang sulthan kelilingnya melambangkan empat dasar hukum (Al Quran, Al Hadis, IjmakUlama dan Qias) dan empat jenis hukum (Hukum, Adat, Kanun dan Resam), yang berarti bahwa sulthan dikelilingi oleh hukum.

Dalam Keadaan Perang

Kanun menetapkan hukum negara dalam keadaan perang sebagai berikut:

Bahwa jika negeri Aceh diserang oleh musuh, maka sekalian anak negeri atas nama rakyat Aceh dan bangsa Aceh, diwajibkan menolong yang kebajikan kepada negeri dan kepada kerajaan dengan tulus ikhlas berupa apapun juga, yaitu harta dan perbuatan dan run dan serta akal dan pikiran.

Sekalian rakyat hendaklah memperhutangkan derham kepada Raja bila masa perlu, dan jika menang maka kerajaan berhak mutlak membayar kembali kepada rakyat dan anak negeri seluruhnya.

Lembaga-Lembaga Negara

Kanun menetapkan adanya lembaga-lembaga negara dan pejabat- jabat tinggi yang memimpinnya, yang ikhtisarnya sebagai berikut:
  • Balai Rong Sari, yaitu lembaga yang dipimpin oleh sulthan sendiri, yang anggota-anggotanya terdiri dari Hulubalang Empat dan Ulama Tujuh. (Kira-kira semacam BAPENAS kalau sekarang).
  • Balai Majelis Mahkamah Rakyat, yang dipimpin oleh Qadli Malikul Adil, yang beranggotakan 73 orang. (Kira-kira semacam Dewan Perwakilan Rakyat).
  • Balai Gading, yang dipimpin oleh Wazir Mu'azzam Orangkaya Perdana Menteri. (Kira-kira seperti Kabinet Perdana Menteri).
  • Balai Furdhah, dibawah pimpinan seorang wazir yang bergelar Menteri Seri Paduka, (kira-kira sama dengan Departemen Perdagangan).
  • Balai Laksamana, dibawah pimpinan seorang wazir yang bergelar Orang kaya Laksamana Amirul Harb. (Kira-kira sama dengan Departemen Pertahanan).
  • Balai Majlis Mahkamah, dibawah pimpinan seorang wazir yang bergelar Seri Raja Panglima Wazir Mizan, (kira-kira seperti Departemen Kehakiman).
  • Balai Baitul Mal, di bawah pimpinan seorang wazir yang bergelar Orang kaya Seri Maharaja Bendahara Raja Wazir Derham, (kira-kira seperti Departemen Keuangan).

Kecuali balai-balai tersebut di atas, masih ada sejumlah wazir- wazir yang mengurus sesuatu urusan, kira-kira kalau sekarang disebut Menteri Negara. Wazir-wazir tersebut, yaitu:
  • Seri Maharaja Mangkubumi, yaitu wazir yang mengurus segala hulubalang (pamongpraja), kira-kira seperti Menteri Dalam Negeri.
  • Wazir Badlul Muluk, yaitu wazir yang mengurus perutusan keluar negeri dan perutusan yang datang dari luar negeri, kirakira seperti Menteri Luar Negeri.
  • Wazir Kun Diraja, yaitu wazir yang mengurus urusan Dalam (Keraton Darud Dunia) dan merangkap menjadi Syahbandar (Walikota) Banda Aceh.
  • Menteri Raina Setia, yaitu wazir yang mengurus urusan cukai pekan seluruh kerajaan.
  • Seri Maharaja Gurah, yaitu wazir yang mengurus hal ikhwal kehutanan, kira-kira Mênteri Kehutanan.

Disamping itu masih ada lembaga-lembaga yang juga bernama Balai, tetapi bukan kementerian, hanya semacam Jawatan Pitsat kalau sekarang, dan pejabat yang memimpinnyu bukan bergelar wazir, hanya Tuha. Lembaga-lembaga tersebut yaitu:
  • Balai Setia Hukama, tempat berkumpulnya para Hukama dan Ulama.
  • Balai Ahli Siyasah, kira-kira seperti Biro politik.
  • Balai Musafir, kira-kira seperti Biro Turisme.
  • Balai Safinah, semacam kantor Urusan Pelayaran.
  • Balai Fakir-Miskin, kira-kira Jawatan Sosial.

Pemerintah Daerah

Kerajaan Aceh Darussalam, selain dari Pemerintah Pusat. Juga terdiri dari wilayah-wilayah sampai pada tingkat yang paling rendah, yang susunannya seperti yang diatur dalam kanun sebagai berikut:

A. Gampong
Tingkat pemerintahan terendah yaitu Gampong atau kampung (Pemerintah Desa). Pimpinan Gampong terdiri dari Keuchik dan Teungku Meunasah yang juga disebut Imam Rawatib, dan dibantu oleh Tuha Peut (empat orang cerdik-pandai), kira-kira seperti Badan Pemerintah Harian (BPH).

B. Mukim
Mukim merupakan federasi dari gampong-gampong, yang satu mukim paling kurang terdiri dari delapan gampong. Federasi Mukim dipimpin oleh seorang lmeum Mukim dan Qadli Mukim.

C. Nanggroè
Wilayah Nanggroè (Negeri) kira-kira sama dengan daerah kecacamatan sekarang. Nanggroè dipimpin oleh seorang Uleébalang (Hulubalang) dan seorang Qadli Nanggroè. Uleébalang mempunyai gelar yang berbeda, menurut nanggroënya masing-masing; umpamanya ada yang bergelar Teuku Laksamana, ada yang bergelar Teuku Bentara, ada yang bergelar Teuku Bendahara dan sebagainya.

D. Sagoë
Dalam wilayah Aceh Besar dibentuk tiga buah federasi yang bernama Sagoé, yang di bawah masing-masing Sagoë terdapat beberapa buah Nanggroè. Tiap-tiap Sagoé (Sagi) dipimpin oleh seorang Panglima Sagoë dan seorang Qadli Sagoë.
  • Sagoë Teungoh Lheeploh (Sagi 25), terdiri dari 25 Mukim: Panglima Sagoënya bergelar Qadli Malikul Alam Seri Setia Ulama. 
  • Sagoé Duaploh Nam (Sagi 26), yang terdiri dari 26 Mukim; Panglima Sagoënya bergelar Seri Imam Muda 'Oh. 
  • Sagoë Duaploh Dua (Sagi 22), yang terdiri dari 22 Mukim; Panglima Sagoënya bergelar Panglima Polem Seri Muda Perkasa. 

Mata Uang

Sebelum berdiri Kerajaan Aceh Darussalam,Kerajaan Islam Samudra/Pasai telah pernah mencetak mata-uangnya sendiri yang bernama derham, yang dibuat pada awal abad XIV; yang mana mata uang Samudra/Pasai ini adalah mata-uang asli yang pertama di Kepulauan Nusantara.

Kerajaan Aceh Darussalam membuat mata uang sendiri pada masa Pemerintahan Sulthan Alaiddin Riayat Syah II Abdul Qahhar yang memerintah dalam tahun 945-979 h. (1539-1571 m.) dan terdiri dari tiga jenis:
  • Keueti, yaitu mata-uang yang dibuat dari timah. Pada satu sisi ditulis dengan huruf Arab tahun pembuatannya, dan pada sisi yang lain ditulis nama Ibukota Negara Banda Aceh Darussalam.
  • Kupang, yaitu mata-uang yang dibuat dari perak. Pada sisi pertama ditulis tahun pembuatannya, dan pada sisi kedua ditulis nama ibukota negara Banda Aceh Darussalam, dan ada juga yang ditulis nama Sulthan yang memerintah waktu pembuatannya.
  • Deurham, yaitu mata-uang yang dibuat dari emas. Pada sisi pertama ditulis nama Sulthan waktu pembuatannya dan pada sisi yang lain ditulis tahun pembuatannya, dan ada juga yang ditulis bersama-sama dengan Banda Aceh Darussalam.

***

Referensi :
www.jkma-aceh.org 
meukeutop.blogspot.com