Bentuk Implementasi Darurat militer di
Aceh ini adalah penggelaran Operasi
Terpadu. Operasi ini terdiri atas empat
operasi antara lain; Operasi Pemulihan
Keamanan; Operasi Kemanusiaan; Operasi
Penegakan Hukum; dan Operasi
Pemantapan jalannya Pemerintahan.
Namun demikian, pendekatan militer masih
menjadi fokus pemerintah untuk
menyelesaikan permasalahan di Aceh. Hal
ini terbukti dengan dibentuknya Komando
Pelaksana Operasi (Kolakops) Militer Aceh,
yang berfungsi sebagai institusi pelaksana
Operasi Pemulihan Keamanan di lapangan
oleh Megawati. Kolakops Aceh langsung
berada dibawah wewenang Panglima TNI
yang dibantu oleh sejumlah perwira
menengah dari tiga satuan tugas (satgas),
meliputi Satgas Darat, Satgas Laut, Satgas
Udara.
Akibatnya sejumlah kekerasan dan
pelanggaran HAM terus terjadi, bahkan
meningkat selama 12 bulan
diberlakukannya Darurat Militer di Aceh.
Bentuk-bentuk pelanggaran HAM tersebut
antara lain; Pembunuhan Diluar Hukum
(Extrajudicial Killing), Pembunuhan Kilat
(Summary Killing), Penghilangan Secara
Paksa (Forced Disappearances),
Penangkapan dan Penahanan Sewenang-
Wenang (Arbitrary Arrest and Detention),
Penculikan (Kidnaping), Penyiksaan dan
Tindakan Tidak Manusiawi Lainnya (Torture
and Other Cruel Inhuman or Degrading
Treatment or Punishment), Kejahatan
Seksual (Sexual Abuses), serta sejumlah
pembatasan hak asasi manusia lainnya.
KontraS sendiri mencatat, sebanyak 1.963
orang tewas, 2.100 orang luka-luka, serta
1.276 orang mengalami penangkapan dan
penahanan sewenang-wenang selama
periode tersebut.
TERJADI KEBOCORAN DI TUBUH TNI DALAM MASA PENCALONAN CAPRES PROBOWO DIKALA DIA MENJABAT NYA DI KOPASUS DULU
Puluhan mantan Kopassus mendeklarasikan dukungan terhadap calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Sabtu 21 Juni 2014.
Perwakilan mantan Kopassus, Kolonel (Purn) TNI Ruby menegaskan bahwa purnawirawan Kopassus tidak mau dipecah belah. Deklarasi hari ini mewakili dukungan mantan Kopassus se-Indonesia terhadap Prabowo-Hatta.
"Mantan baret merah seluruh Indonesia pilih Prabowo-Hatta adalah harga mati," kata Ruby di kantor Djoko Santoso Center, Jakarta.
Menurutnya, mantan Panglima ABRI Jenderal (Purn) Wiranto merupakan pihak yang paling bertanggung jawab pada peristiwa Mei 1998. "Beliau memerintahkan untuk membumihanguskan Jakarta dan Timor Timur. Kami adalah saksi hidup," ungkap dia.
Oleh sebab itu, Ruby merasa heran dengan pernyataan Wiranto yang menyebutkan bahwa Prabowo dipecat karena terlibat kasus penculikan. Apalagi Prabowo dipensiunkan secara hormat oleh Presiden BJ Habibie kala itu.
"Apa yang diucapkan Wiranto itu salah. Sudah tidak benar. Yang membumihanguskan 1998 itu perintah Wiranto," jelasnya.
Ruby menegaskan pernyataan Wiranto itu justru akan memecah belah dan mengadu domba Kopassus. Oleh karena itu, mereka mendesak Wiranto melepaskan wing komando milik Kopassus.
"Kalau dia terus memberikan pernyataan, kita akan cari dia. Di mana dia ada kita akan cari. Kalau dia diam, kita akan diam," tegas dia.
Bantahan Wiranto
Sebelumnya, mantan Panglima ABRI Jenderal (Purn) Wiranto sudah angkat bicara terkait tudingan dia terlibat dalam kasus kerusuhan Mei 1998. Wiranto mengaku beberapa waktu terakhir ini seolah disudutkan dengan tudingan dalam kasus penculikan aktivis dan penembakan mahasiswa.
Wiranto mengklaim, saat kejadian itu, dia selaku Panglima ABRI telah melakukan pencegahan dan menginstruksikan untuk mengusut siapa pun, baik dari sipil maupun militer yang terlibat kerusuhan Mei 1998.
"Sebagai Panglima ABRI saat itu, secara otomatis saya terlibat. Bukan sebagai dalang, namun sebagai pihak yang tidak melakukan pembiaran," kata Wiranto di kawasan Menteng, Jakarta, Kamis 19 Juni 2014.
Mantan Menteri Pertahanan dan Keamanan itu mengatakan, bila dia terlibat sebagai dalam kerusuhan, sudah dipastikan negara hancur. Karena sebagai Panglima ABRI saat itu, dia memiliki kekutan untuk menggerakan pasukan.
"Kerusuhan pasti akan berlarut larut seperti di Thailand, Mesir dan Suriah," ujarnya.
Dalam kondisi itu, Wiranto mengaku telah melakukan tindakan untuk mengendalikan situasi. Antara lain, menarik pasukan Kostrad dan Marinir dari Jawa Timur untuk mengamankan situasi. "Dalam waktu tiga hari situasi berjalan kondusif